Shalom....
PRIORITAS
Hagai 1 : 1-14
Seseorang akan rela berkorban untuk sesuatu yang sangat mereka hargai. Seseorang akan rela membayar harga demi sesuatu yang dianggap penting. Demikian pula dengan kita, apa yang kita anggap penting, tentu akan kita prioritaskan, bukan? Hal ini berkaitan dengan berapa banyak waktu dan tenaga yang kita curahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk prioritas tersebut.
Pertanyaannya: Apakah Allah juga mendapatkan porsi yang penting dalam hidup kita? Bagaimana jika tidak? Bagaimana jika Ia ternyata tidak mendapatkan tempat yang semestinya dalam hidup umat-Nya?
Ini pula situasi yang kita lihat dalam diri umat Yehuda ketika Hagai menyampaikan nubuatnya. Mereka yang kembali dari pembuangan ke tanah airnya lagi, membawa optimisme dan kegairahan baru untuk membangun kembali Rumah Allah. Hal ini menghasilkan peletakan dasar Rumah Allah (Ezra 5:16), namun banyaknya pendatang baru juga membawa kesulitan tersendiri.
Kegagalan panen dan kekeringan membuat kehidupan menjadi benar-benar sulit. Selain itu, umat ini juga mengalami ketegangan dengan penduduk negeri itu. Orang-orang di sekitar mereka melemahkan semangat umat Yehuda, sehingga mereka takut meneruskan pembangunan. Dengan berbagai upaya, orang-orang ini menekan umat Allah yang sedang membangun, bahkan mereka menggunakan kekerasan untuk memaksa mereka menghentikan pekerjaan itu (Ezra 4:4-6, 23). Akhirnya, dalam Ezra 4:4 dinyatakan, "Pada waktu itu terhentilah pekerjaan membangun rumah Allah yang di Yerusalem, dan tetap terhenti sampai tahun yang kedua zaman pemerintahan Darius, raja negeri Persia."
Berapa lama mereka berhenti? Sekitar 15 - 16 tahun. Apa yang mereka kerjakan? Ketika pekerjaan berhenti, orang-orang itu berpaling pada urusan pribadinya dan berangsur-angsur mereka beribadah di antara reruntuhan Bait Allah. Keinginan untuk membangun kembali padam sama sekali. Masyarakat Yehuda pasca pembuangan ini sedang kehilangan harapan, karena mereka berpendapat bahwa Allah sedang mengabaikan mereka, namun mereka masih belum mengerti sebabnya. Pada saat itulah firman Allah datang dengan perantaraan Hagai, pertama-tama ditujukan kepada pemimpin umat, tetapi juga kepada seluruh umat.
Hagai membuka seruannya dengan frase, "Beginilah firman TUHAN semesta alam...", yang menekankan kuasa TUHAN yang luar biasa atas segala sesuatu di alam semesta dari kekal sampai kekal. Artinya, kuasa-Nya memegang dan melingkupi segala sesuatu.
Petanyaan : Apakah mereka tetap beribadah kepada Tuhan?? Ya tentu
Bukankah ada suatu kekontrasan yang sedang ditunjukkan di sini? Tuhan yang berkuasa atas semesta alam, tetapi diabaikan umat-Nya; Tuhan yang bertakhta dalam kemuliaan, namun Rumah Tuhan menjadi reruntuhan. Sikap mereka tidak mencerminkan sebagai umat perjanjian, sehingga Tuhan menyebut mereka "bangsa ini" (ayat 2) dan bukan "umat-Ku." Sebutan "bangsa ini" sering digunakan oleh nabi-nabi ketika menegur umat Israel yang hidup dalam dosa (bdk. Yesaya 6:9; 8:6; Yeremia 14:11).
Karena itu, berita Hagai dimulai dengan sebuah teguran yang menyatakan keadaan yang sebenarnya dari umat pada waktu itu. Melalui Hagai Allah berfirman, "Bangsa ini berkata: Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah TUHAN! Mengapa mereka berpikir demikian? Saat firman ini diberikan, mereka juga tidak sedang sibuk dengan hasil panennya.
Lalu Hagai kembali melanjutkan, "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" Hagai menunjukkan suatu kekontrasan antara kediaman mereka dengan kediaman Allah, antara rumah mereka yang terpapani dengan baik dengan Rumah Allah yang berupa puing-puing, antara waktu bagi mereka dan waktu bagi Allah. Umat selalu ada waktu, tenaga, dan dana bagi urusan mereka, namun tidak bagi urusan Allah.
Masalahnya sekarang telah jelas dan mereka tidak dapat berdalih. Masalah yang utama bukanlah masalah ekonomi, tetapi masalah hati mereka sendiri. Sebelumnya, Hagai menjelaskan bahwa masalah ekonomi yang mereka alami pun sebenarnya adalah akibat dari perbuatan mereka. Problem utama mereka ada pada diri mereka sendiri.
Karena itu Hagai melanjutkan, "Oleh sebab itu, beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu!" Perhatikanlah keadaanmu, dapat diterjemahkan sebagai, "Pikirkan dengan hati-hati jalanmu" (NIV); "Pikirkan cara hidupmu/karaktermu". Cara hidup mereka hanya berfokus pada diri dan tidak kepada Allah dan pekerjaan-Nya.
Dalam konteks relasi Allah dengan umat-Nya, kemah Pertemuan dan Bait Allah adalah pusat penyembahan dan tempat di mana Allah dan umat-Nya bertemu. Jadi, sikap mereka terhadap Rumah Allah menunjukkan kondisi relasi mereka yang buruk terhadap Allah. Mengabaikan Rumah Allah berarti mengabaikan Allah sendiri. Oleh karena itu, Allah menegur dan menghukum mereka, sehingga mereka tidak memperoleh berkat atas pekerjaan dan kehilangan sukacita di tengah kerja keras mereka.
Karena hanya memikirkan diri dan mengabaikan relasi dengan Allah, akhirnya Allah memberikan perintah: "Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ." Para pemimpin dan umat mendengarkan seruan itu, bertobat, dan membangun kembali Bait Allah. Akhirnya Allah berkenan, lalu memberkati dan memulihkan relasi mereka dengan Allah.
Allah juga memanggil kita untuk menata kembali prioritas hidup. Kita dipanggil untuk hidup berpusat kepada Dia dan memuliakan Dia. Kadang tanpa kita sadari orientasi kita bergeser; semangat dan jiwa yang murni berganti dengan egoisme dan kita mengejar sesuatu bagi pemuasan diri, sekalipun itu mungkin merupakan aktivitas rohani. Jika bukan Tuhan yang menjadi fokus hidup kita, sebenarnya apakah yang kita bangun? Jangan-jangan rumah Allah itu kita abaikan pembangunannya, dan tanpa kita sadari kita juga membiarkan hidup rohani kita berada dalam keadaan puing-puing. Setiap saat kepada kita dihadapkan dua pilihan, untuk memapani rumah kita sendiri atau membangun rumah Allah. Sekarang pilihan itu harus kita tetapkan, jikalau betul kita ingin memunyai relasi yang benar dengan Allah dan memuliakan nama-Nya.
Tuhan tidak pernah mengambil sesuatu dari hidup kita tanpa menyampaikan hal tersebut lebih dahulu kepada kita. Hal ini berbeda dengan pencuri yang mengambil tanpa sepengetahuan kita. Ketika Tuhan mengambil sesuatu dari kita seperti di ayat 6 ini, ini adalah sebuah didikan Allah kepada anakNya. Allah mengambil dari kita bukan karena Allah membenci dan tidak mengasihi kita, namun Allah sedang mengajarkan kepada kita sesuatu yang penting dalam hidup anakNya.
Jadi ketika ada sesuatu yang Tuhan ijinkan ambil dari hidup kita, Allah sedang mengajarkan kepada kita untuk bisa peka akan suara Tuhan, peka apa yang penting dan apa yang menjadi prioritas Allah.
3 pesan penting yang kita dapatkan:
1. Perhatikan kehidupan kerohanianmu, jangan hanya sekedar kariermu.
Ketika karier melulu yang dikejar, tidak akan pernah kita tangkap. Ketika kita fokus mengejar karier, kita justru akan berakhir di padang gurun. Miliki motivasi untuk beribadah dan tertanam dengan satu tujuan untuk bertumbuh secara rohani sebagai sebuah keputusan.
2. Perhatikan juga kerohanian sekitarmu, jangan hanya sekedar dirimu.
Tuhan ingin setiap kita juga mau memperhatikan kerohanian teman-teman kita, bukan hanya fokus dengan diri sendiri. Jika kita sudah kuat, kita juga harus menguatkan saudara-saudara kita. Jangan hanya peduli dengan keluarga kita sendiri. Perhatikan keluarga Allah, maka Tuhan sendiri yang akan memperhatikan keluarga kita. Allah memanggil kita bukan untuk menjadi pribadi yang egois atau individualis, tetapi kita dipanggil untuk kemajuan paling sedehana pun untuk orang-orang di sekitar kita.
Jangan juga kita menghakimi mereka yang tidak bisa komitmen untuk ibadah di hari Sabtu. Sesuatu hal yang baik, indah, berkat, tidak perlu dipaksakan. Jangan kita membuat murah sesuatu yang berharga. Namun kepada mereka yang terpanggil untuk membangun, berbahagialah, dan nikmatilah. Jangan pakai hukum Taurat juga untuk menghakimi generasi ini saat mereka menolaknya.
3. Perhatikan kerohanian generasimu, bukan hanya sekedar gerejamu.
Tuhan memanggil setiap jemaat profesional muda, mereka yang bekerja di usia muda, bukan hanya untuk kehidupan kerohanian kita saja, namun juga untuk bagi generasi kita. Generasi kita adalah generasi yang berbahaya karena generasi kita yang dihadapkan dengan berbagai idealisme dunia, generasi yang diseret oleh Babilonia jaman ini. Generasi yang meninggikan Tuhan di satu sisi, namun tunduk kepada setan di saat yang sama untuk mendapatkan segenap isi kerajaan dunia.
PRIORITAS
Hagai 1 : 1-14
Seseorang akan rela berkorban untuk sesuatu yang sangat mereka hargai. Seseorang akan rela membayar harga demi sesuatu yang dianggap penting. Demikian pula dengan kita, apa yang kita anggap penting, tentu akan kita prioritaskan, bukan? Hal ini berkaitan dengan berapa banyak waktu dan tenaga yang kita curahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk prioritas tersebut.
Pertanyaannya: Apakah Allah juga mendapatkan porsi yang penting dalam hidup kita? Bagaimana jika tidak? Bagaimana jika Ia ternyata tidak mendapatkan tempat yang semestinya dalam hidup umat-Nya?
Ini pula situasi yang kita lihat dalam diri umat Yehuda ketika Hagai menyampaikan nubuatnya. Mereka yang kembali dari pembuangan ke tanah airnya lagi, membawa optimisme dan kegairahan baru untuk membangun kembali Rumah Allah. Hal ini menghasilkan peletakan dasar Rumah Allah (Ezra 5:16), namun banyaknya pendatang baru juga membawa kesulitan tersendiri.
Kegagalan panen dan kekeringan membuat kehidupan menjadi benar-benar sulit. Selain itu, umat ini juga mengalami ketegangan dengan penduduk negeri itu. Orang-orang di sekitar mereka melemahkan semangat umat Yehuda, sehingga mereka takut meneruskan pembangunan. Dengan berbagai upaya, orang-orang ini menekan umat Allah yang sedang membangun, bahkan mereka menggunakan kekerasan untuk memaksa mereka menghentikan pekerjaan itu (Ezra 4:4-6, 23). Akhirnya, dalam Ezra 4:4 dinyatakan, "Pada waktu itu terhentilah pekerjaan membangun rumah Allah yang di Yerusalem, dan tetap terhenti sampai tahun yang kedua zaman pemerintahan Darius, raja negeri Persia."
Berapa lama mereka berhenti? Sekitar 15 - 16 tahun. Apa yang mereka kerjakan? Ketika pekerjaan berhenti, orang-orang itu berpaling pada urusan pribadinya dan berangsur-angsur mereka beribadah di antara reruntuhan Bait Allah. Keinginan untuk membangun kembali padam sama sekali. Masyarakat Yehuda pasca pembuangan ini sedang kehilangan harapan, karena mereka berpendapat bahwa Allah sedang mengabaikan mereka, namun mereka masih belum mengerti sebabnya. Pada saat itulah firman Allah datang dengan perantaraan Hagai, pertama-tama ditujukan kepada pemimpin umat, tetapi juga kepada seluruh umat.
Hagai membuka seruannya dengan frase, "Beginilah firman TUHAN semesta alam...", yang menekankan kuasa TUHAN yang luar biasa atas segala sesuatu di alam semesta dari kekal sampai kekal. Artinya, kuasa-Nya memegang dan melingkupi segala sesuatu.
Petanyaan : Apakah mereka tetap beribadah kepada Tuhan?? Ya tentu
Bukankah ada suatu kekontrasan yang sedang ditunjukkan di sini? Tuhan yang berkuasa atas semesta alam, tetapi diabaikan umat-Nya; Tuhan yang bertakhta dalam kemuliaan, namun Rumah Tuhan menjadi reruntuhan. Sikap mereka tidak mencerminkan sebagai umat perjanjian, sehingga Tuhan menyebut mereka "bangsa ini" (ayat 2) dan bukan "umat-Ku." Sebutan "bangsa ini" sering digunakan oleh nabi-nabi ketika menegur umat Israel yang hidup dalam dosa (bdk. Yesaya 6:9; 8:6; Yeremia 14:11).
Karena itu, berita Hagai dimulai dengan sebuah teguran yang menyatakan keadaan yang sebenarnya dari umat pada waktu itu. Melalui Hagai Allah berfirman, "Bangsa ini berkata: Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah TUHAN! Mengapa mereka berpikir demikian? Saat firman ini diberikan, mereka juga tidak sedang sibuk dengan hasil panennya.
Lalu Hagai kembali melanjutkan, "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" Hagai menunjukkan suatu kekontrasan antara kediaman mereka dengan kediaman Allah, antara rumah mereka yang terpapani dengan baik dengan Rumah Allah yang berupa puing-puing, antara waktu bagi mereka dan waktu bagi Allah. Umat selalu ada waktu, tenaga, dan dana bagi urusan mereka, namun tidak bagi urusan Allah.
Masalahnya sekarang telah jelas dan mereka tidak dapat berdalih. Masalah yang utama bukanlah masalah ekonomi, tetapi masalah hati mereka sendiri. Sebelumnya, Hagai menjelaskan bahwa masalah ekonomi yang mereka alami pun sebenarnya adalah akibat dari perbuatan mereka. Problem utama mereka ada pada diri mereka sendiri.
Karena itu Hagai melanjutkan, "Oleh sebab itu, beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu!" Perhatikanlah keadaanmu, dapat diterjemahkan sebagai, "Pikirkan dengan hati-hati jalanmu" (NIV); "Pikirkan cara hidupmu/karaktermu". Cara hidup mereka hanya berfokus pada diri dan tidak kepada Allah dan pekerjaan-Nya.
Dalam konteks relasi Allah dengan umat-Nya, kemah Pertemuan dan Bait Allah adalah pusat penyembahan dan tempat di mana Allah dan umat-Nya bertemu. Jadi, sikap mereka terhadap Rumah Allah menunjukkan kondisi relasi mereka yang buruk terhadap Allah. Mengabaikan Rumah Allah berarti mengabaikan Allah sendiri. Oleh karena itu, Allah menegur dan menghukum mereka, sehingga mereka tidak memperoleh berkat atas pekerjaan dan kehilangan sukacita di tengah kerja keras mereka.
Karena hanya memikirkan diri dan mengabaikan relasi dengan Allah, akhirnya Allah memberikan perintah: "Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ." Para pemimpin dan umat mendengarkan seruan itu, bertobat, dan membangun kembali Bait Allah. Akhirnya Allah berkenan, lalu memberkati dan memulihkan relasi mereka dengan Allah.
Allah juga memanggil kita untuk menata kembali prioritas hidup. Kita dipanggil untuk hidup berpusat kepada Dia dan memuliakan Dia. Kadang tanpa kita sadari orientasi kita bergeser; semangat dan jiwa yang murni berganti dengan egoisme dan kita mengejar sesuatu bagi pemuasan diri, sekalipun itu mungkin merupakan aktivitas rohani. Jika bukan Tuhan yang menjadi fokus hidup kita, sebenarnya apakah yang kita bangun? Jangan-jangan rumah Allah itu kita abaikan pembangunannya, dan tanpa kita sadari kita juga membiarkan hidup rohani kita berada dalam keadaan puing-puing. Setiap saat kepada kita dihadapkan dua pilihan, untuk memapani rumah kita sendiri atau membangun rumah Allah. Sekarang pilihan itu harus kita tetapkan, jikalau betul kita ingin memunyai relasi yang benar dengan Allah dan memuliakan nama-Nya.
Tuhan tidak pernah mengambil sesuatu dari hidup kita tanpa menyampaikan hal tersebut lebih dahulu kepada kita. Hal ini berbeda dengan pencuri yang mengambil tanpa sepengetahuan kita. Ketika Tuhan mengambil sesuatu dari kita seperti di ayat 6 ini, ini adalah sebuah didikan Allah kepada anakNya. Allah mengambil dari kita bukan karena Allah membenci dan tidak mengasihi kita, namun Allah sedang mengajarkan kepada kita sesuatu yang penting dalam hidup anakNya.
Jadi ketika ada sesuatu yang Tuhan ijinkan ambil dari hidup kita, Allah sedang mengajarkan kepada kita untuk bisa peka akan suara Tuhan, peka apa yang penting dan apa yang menjadi prioritas Allah.
3 pesan penting yang kita dapatkan:
1. Perhatikan kehidupan kerohanianmu, jangan hanya sekedar kariermu.
Ketika karier melulu yang dikejar, tidak akan pernah kita tangkap. Ketika kita fokus mengejar karier, kita justru akan berakhir di padang gurun. Miliki motivasi untuk beribadah dan tertanam dengan satu tujuan untuk bertumbuh secara rohani sebagai sebuah keputusan.
2. Perhatikan juga kerohanian sekitarmu, jangan hanya sekedar dirimu.
Tuhan ingin setiap kita juga mau memperhatikan kerohanian teman-teman kita, bukan hanya fokus dengan diri sendiri. Jika kita sudah kuat, kita juga harus menguatkan saudara-saudara kita. Jangan hanya peduli dengan keluarga kita sendiri. Perhatikan keluarga Allah, maka Tuhan sendiri yang akan memperhatikan keluarga kita. Allah memanggil kita bukan untuk menjadi pribadi yang egois atau individualis, tetapi kita dipanggil untuk kemajuan paling sedehana pun untuk orang-orang di sekitar kita.
Jangan juga kita menghakimi mereka yang tidak bisa komitmen untuk ibadah di hari Sabtu. Sesuatu hal yang baik, indah, berkat, tidak perlu dipaksakan. Jangan kita membuat murah sesuatu yang berharga. Namun kepada mereka yang terpanggil untuk membangun, berbahagialah, dan nikmatilah. Jangan pakai hukum Taurat juga untuk menghakimi generasi ini saat mereka menolaknya.
3. Perhatikan kerohanian generasimu, bukan hanya sekedar gerejamu.
Tuhan memanggil setiap jemaat profesional muda, mereka yang bekerja di usia muda, bukan hanya untuk kehidupan kerohanian kita saja, namun juga untuk bagi generasi kita. Generasi kita adalah generasi yang berbahaya karena generasi kita yang dihadapkan dengan berbagai idealisme dunia, generasi yang diseret oleh Babilonia jaman ini. Generasi yang meninggikan Tuhan di satu sisi, namun tunduk kepada setan di saat yang sama untuk mendapatkan segenap isi kerajaan dunia.
Comments
Post a Comment